A. Disiplin dan kerja keras ditanamkan orang tua sejak kecil Kebanyakan orang tua kita (termasuk orang tua saya) selalu mempunyai cita-cita agar anak-anaknya kelak menjadi pegawai negeri, tentara, polisi, dokter atau insinyur yang nanti bisa bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Kalau disurvey sekarang pun, saya yakin apabila para orang tua ditanya pasti mendambakan pekerjaan yang seperti di atas. Jarang sekali ataupun bahkan tidak ada yang mempunyai cita-cita jadi pengusaha. Memang tidak mutlak salah, pilihan orang tua kita itu, tetapi harusnya proporsi agar anaknya menjadi pengusaha makin lama harus semakin besar dan nantinya bisa dominan. Kalau hal ini terjadi saya yakin bangsa ini akan menjadi kuat secara ekonomi.
(Alm) orang tua saya dulu mempunyai profesi sebagai pedagang daging ayam di pasar ( pagi), sedangkan siang sampai malam membuka warung ayam untuk mahasiswa (kebetulan rumah dekat kampus UNS Solo). Dengan menjual berbagai menu siap saji seperti ayam goreng, ayam bakar, garang asem ayam dan masakan ayam lainnya warung orang tua sangat banyak pengunjungnya dan menjadi idola di kalangan mahasiswa dan juga masyarakat setempat, karena cita rasanya beda dengan yang lain dan harganya murah. Dari hasil jualan tersebut alhamdulillah kami 8 bersaudara dapat sekolah semua sampai tamat SMU dan 4 orang tamat perguruan tinggi termasuk saya. Suatu prestasi yang menurut saya patut diacungi jempol. Tetapi apa yang menjadi cita-cita orang tua kami, tidak lain agar anak-anaknya menjadi pegawai negeri. Dan salah satunya saya menjadi guru SMU.
Itulah realitas yang umum terdapat di masyarakat. Kalau dipikir mengapa kami tidak disuruh untuk membesarkan warung ayam menjadi bisnis Rumah Makan yang profesional ? Tetapi itulah sebuah jalan kehidupan saya. Dan kasus seperti ini saya yakin banyak sekali.
Menyembelih sampai membersihkan ayam untuk dimasak, menjadi aktivitas sehari-hari mulai saya berumur 13 tahun. Pagi-pagi selesai shubuh saya sudah berkecimpung dengan ayam, setelah selesai semua baru bisa berangkat ke sekolah. Tidak itu saja, setelah pulang sekolah sampai larut malam,saya selalu terlibat membantu warung ayam orang tua. Dan hal itu terus saya lakukan sampai tamat kuliah. Kadang-kadang memang ada rasa iri melihat kawan-kawan yang mempunyai banyak waktu untuk bermain. Akhirnya apa yang dicontohkan orang tua mengenai kedispilinan dan kerja keras sangat bermanfaat dalam membentuk jiwa wirausaha saya dan hasilnya dapat saya rasakan. Saya memang tidak sendiri, tetapi seluruh anggota keluarga juga turut membantunya.
Rumah selain untuk tempat tinggal juga dipakai untuk berjualan. Hal ini berakibat saya mempunyai banyak kawan dan kenalan. Karena banyak tamu yang makan dan menjadi pelanggan tetap kami. Pengalaman interaksi saya dengan pelanggan-pelanggan warung kami waktu itu juga sangat membantu di dalam membentuk jiwa saya ( public relation).
Kemudian saya menjadi guru bidang studi pendidikan seni di SMU Negeri I Blabak Muntilan. Apa yang menjadi cita-cita orang tua saya terkabulkan. Menjadi Guru SMU awalnya memang senang, dapat gaji tetap, bisa beli apa-apa yang saya butuhkan waktu itu, dan dihormati murid-murid merupakan suatu kebanggan tersendiri. Mengajar selama tiga tahun bukan menambah kecintaan saya pada dunia pendidikan (guru). Hati kecil mulai gelisah, kok rasanya mulai tidak cocok dengan panggilan jiwa saya, dan itu terus menghantui jiwa saya. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan saya keluar dari pegawai negeri (PNS). Ada dua alasan mendasar mengapa saya keluar, yaitu :
- Saya memang kurang berbakat menjalani profesi sebagai guru, tidak bisa mengembangkan diri dan rasanya kurang merdeka, semua sudah ada aturan baku, saya tidak bisa menciptakan hal-hal baru, sehingga saya rasa kurang optimal bekerja.
- Saya juga merasakan dari penghasilan (gaji) tidak dapat mencukupi biaya hidup keluarga dan sifatnya statis.
Dan akhirnya saya kembali ke kota kelahiran saya.
B. Hijrah membawa berkah “ Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak, Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya , kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ketempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (An-Nisaa : 100) Setelah keluar dari PNS saya balik ke kampung halaman saya di Solo. Banyak saudara dan kawan bingung melihat saya pulang kampung dan membuka Ayam Goreng kaki lima di Kleco Solo, bahkan tidak sedikit yang berolok. Dengan kesabaran dan ketabahan, serta dibantu oleh 2 orang saya menekuni usaha ini. Sedikit demi sedikit usaha saya berkembang. Usaha saya ini termasuk perintis atau pionir kaki lima lesehan di kota Solo ( 1986). Dan sekarang sudah tak terhitung lagi warung lesehan seperti yang saya rintis ini.
Suatu hari datang kawan saya, seorang penjual bakso di Medan (saat itu pulang ke Solo) menyampaikan bahwa prospek bisnis rumah makan di Medan sangat bagus. Dengan enteng dia mengatakan bahwa Medan itu tidak jauh, lebih dekat dibandingkan Semarang, perjalanan hanya 3,5 jam saja, demikian dia memotivasi saya. Peluang ini akhirnya saya ambil dengan segala resiko. Karena perhitungan saya kalau saya di Solo terus, rasanya sulit untuk berkembang dengan pesat, mengingat Solo waktu itu kotanya kecil (kurang hetereogen), persaingan sangat ketat, karena. sudah banyak Rumah Makan Ayam Goreng/Bakar yang sudah besar.
Akhirnya usaha yang ada diteruskan oleh kawan saya dan sampai sekarang menjadi Rumah Makan yang cukup terkenal di Solo ( tetapi perkembangannya tidak pesat). Dengan berbekal uang seadanya saya berangkat ke Medan. Karena modal tidak cukup, maka saya berusaha mencari modal di Jakarta. Saya memang berprinsip tidak mau meminta-minta kepada siapapun untuk mendapatkan modal dalam rangka mengembangkan bakat saya ini. Kebetulan suatu hari saya membaca pengumuman di suatu surat kabar bahwa ada lowongan menjadi GURU di Perguruan Wahidin Bagan siapi-api. Walaupun harus menjadi guru lagi tetapi saya sudah mempunyai target bahwa saya bekerja mencari modal untuk membiayai bakat saya. Akhirnya saya mendaftar dan diterima setelah melalui serangkaian test. Kemudian saya mengajar di perguruan Wahidin selama 2 tahun yaitu tahun 1989 – 1991. Di tempat kerja inilah saya mendapatkan satu istri Rini Purwanti, SE (alumnus FE UGM), yang merupakan teman seprofesi.
Dari hasil kerja selama dua tahun terkumpul uang sebesar Rp 2.400.000,-. Akhirnya kami putuskan untuk berangkat ke Medan. Dari uang tersebut sebagian kami gunakan untuk membeli sepeda motor, sebagian untuk kontrak rumah dan yang Rp 700.000,- ( tujuh ratus ribu rupiah ) kami gunakan untuk modal kerja jualan Ayam Bakar Kaki Lima, yaitu di Jl SMA 2 Padang Golf Polonia Medan.
Mengapa ayam bakar, Karena ini merupakan wasiat yang saya terima. Padahal sebelumnya saya jualan ayam goreng. Tiga hari sebelum ayah meninggal, ayah sempat berpesan kepada saya agar jualan ayam bakar, maka nanti insyaAllah sukses. Waktu itu kata-kata ayah saya, saya simpan saja. Kemudian baru saya ingat dan saya jalankan dan Alhamdulillah benar.
Walaupun sudah ada pengalaman, awal-awal usaha saya tidak langsung menuai hasil. Saat itu Ayam Bakar belum ada di Medan, dan sayalah yang pertama. Saya hanya jualan nasi dan ayam bakar, tidak ada menu lainnya. Setiap harinya hanya bisa menjual 3 – 4 ekor/hari. Saya tidak mempunyai karyawan, semua saya lakukan sendiri. Istri juga tidak terlibat, mungkin waktu itu masih malu. Hal ini berjalan sampai hampir satu tahun. Sedangkan istri melamar dosen di Politeknik USU Medan, Alhamdulillah diterima. Melihat perkembangan yang kurang bagus, istri sering membujuk saya meminta untuk berhenti jualan (karena malu), menganggap pekerjaan ini remeh. Bukan itu saja, bahkan mertua saya pernah pesan kepada istri saya, agar saya bertobat berdagang dan menjadi guru kembali. Kendala juga sering melanda di dalam operasional usaha saya, suatu saat makanan yang sudah saya masak di rumah, tumpah di jalan karena jalanan licin sehabis hujan, sehingga terpaksa pulang dan masak lagi. Juga sering seharian hujan tidak berhenti, sehingga tidak ada tamu yang datang. Itu semua adalah cerita-cerita pahit yang justeru membuat cambuk pada diri saya untuk besungguh-sungguh dan memotivasi saya untuk membuktikan bahwa saya bisa menunjukkan keberhasilan. Dengan kesabaran dan ketaqwaan saya terus jualan dan terus meyakinkan istri bahwa usaha ini insya’Allah akan maju.
Pelan tapi pasti usaha yang saya rintis ini sudah mulai tampak kemajuannya. Sadar akan perkembangan ini saya tidak mampu lagi menanganinnya sendiri, akhirnya saya rekrut 2 karyawan untuk membantu, kebanyakan adalah tetangga saya ( sekitar rumah kontrakan saya). Walaupun sudah punya karyawan pekerjaan-pekerjaan utama tetap saya kerjakan sendiri, terutama menyangkut masakan karena saya harus menjaga kualitas (quality controll).
Sampai suatu saat, salah satu karyawati saya rumahnya akan disita oleh Rentenir, karena bapaknya tidak sanggup membayar. Dia menangis datang kepada saya untuk meminta bantuan untuk pinjam uang Rp 800.000,- . Selama dua tahun berjualan tabungan saya sebesar uang Rp 1.300.000,- di BRI. Setelah saya certikan kepada istri dan istri mengiyakan, mudah-mudahan ini perintah Allah, akhirnya saya kasihkan uang itu walaupun dengan berat hati rasanya. Dengan mohon ridha dari Allah, semoga ini menjadikan amal saya. Kadang kita harus berani berkorban untuk kemaslahatan. Merasa terima kasih, karyawati saya itu membawa seorang wartawan yang merupakan kawan suaminya. Akhirnya ditulislah sebuah profile “ Sarjana Buka Ayam Bakar Wong Solo .“ di koran Waspada Medan .
Alhamdulillah, Obrolan dengan si wartawan ternyata menjadi profile koran ini. Itu terjadi pada suatu hari tahun 1992. Keesokan hari atau setelah profile tersebut, ratusan konsumen mendatangi warung saya. Seratus potong ayam ludes terjual hari itu dan terus meningkat hingga 200 potong pada hari-hari berikutnya. Omzet juga ikut membubung menjadi sekitar Rp 350 ribu/hari. Momen ini sekaligus menyadarkan saya akan dua hal, yaitu :
- bahwa di dalam berjualan/berbisnis kita harus melakukan promosi dan publikasi serta membuat sensasi-sensasi sehinga nama kita bisa dikenal dimasyarakat
- Sisihkan sebagian uang kita atau keuntungan kita untuk orang lain yang membutuhkan. Saya selalu menyisihkan 10 % keuntungan untuk saya berikan kepada orang yang lebih susah daripada saya.
C. Goleko Jeneng dulu, Jenang Belakangan
Itu adalah pepatah jawa, jeneng artinya Nama, sedangkan Jenang (pulut/ketan) artinya uang/keuntungan/hasil. Jadi kalau kita mau sukses janganlah tergesa-gesa untuk menikmati hasilnya tapi lebih pada bangunlah nama/brand/merk terlebih dahulu. Kalau Nama/brand/merk kita sudah kuat maka jenang/uang/hasil akan mengikuti kita.
Bisnis rumah makan merupakan bisnis jasa, disamping kualitas makanan (cita rasa harus enak), beda dengan lainnya (diferensiasi), ada hal-hal penting yang harus diperhatikan yaitu, pelayanan, dan Value (nilai). Nama/brand sangat terkait dengan value. Value bisa di tafsirkan sebagai gengsi.
Awalnya tamu-tamu saya malu menyebut mereka makan di Wong Solo, tetapi sekarang banyak tamu bangga kalau mereka makan di Wong Solo. Kasus ini benar-benar terjadi. Dan ini berkaitan dengan gengsi tadi
Untuk membangun brand/nama ( image building) kita harus berani mengeluarkan biaya yang jumlahnya tidak kecil. Kasus seperti rumah makan yang konsumennya sifatnya masal (banyak) peran brand ini sangat besar, sehingga brand harus dibangun dan dijaga terus menerus.
Saya selalu membuat suasana rumah makan saya selalu tampak baru. Dengan pengecatan, renovasi di sana-sini, penambahan ornamen-ornamen sehingga tamu kalau datang akan senang. Orang lain kadang melihat hal ini adalah pemborosan, atau mutlak sebagai cost (biaya), tetapi saya melihat ini adalah investasi yang nantinya akan sangat mempengaruhi masa depan rumah makan saya. Ini salah satu cara saya menjaga gengsi tadi dan juga membangun image.
Saya selalu berusaha bagaimana membuat tamu saya kerasan dan mau kembali lagi. Saya selalu menempatkan diri sebagai abdi/pelayan dihadapan tamu. Saya memperlakukan pelanggan-pelanggan saya seperti saudara, saya berusaha untuk mengetahui nama-nama mereka sehingga hubungan dengan pelanggan terasa akrab, saya selalu berusaha mengetahui nama-nama pelanggan dengan cara pura-pura ada yang mencari walaupun salah, untuk kesempatan tanya nama, selanjutnya saya selalu menegur dan menyapa dengan nama agar merasa bangga diantara teman-temannya. Saya juga selalu bertanya apa keluahan-keluhannya selama ini. Masukan-masukan pelanggan juga saya perhatikan untuk terus memperbaiki pelayanan. Banyak tamu saya yang datang disamping makan tentunya, juga untuk bersilaturahmi dengan saya. Bahkan lucunya setelah makan pelanggan saya mengucapkan terima kasih kepada saya. Bahkan kalau mereka lama ( 1 minggu) tidak datang mereka minta ma’af dan dengan berbagai alasan seperti keluar kota, sedang sibuk atau alasan lainnya. Dan 75 % lebih pelanggan-pelanggan saya masih setia datang di outlet Wong Solo dimanapun berada sampai sekarang.
Sedikit-demi sedikit jumlah menu saya tambah sehingga lebih bervariasi sehingga tamu mempunyai banyak pilihan. Satu cacatan penting, sebelum menu ini saya tampilkan saya selalu melakukan uji coba berkali-kali sampai mendapatkan rasa yang benar-benar cocok, baru menu itu saya tampilkan, sehingga saya sangat hati-hati dalam hal ini. Untuk penampilan karyawan sedikit demi sedikit juga saya perbaiki, yang sebelumnya tidak pakai seragam, sekarang memakai seragam sehingga penampilan lebih bagus. Semua usaha-usaha di atas ujung-ujungnya adalah membangun image (citra).
Disamping usaha-usaha yang sifatnya internal, saya juga melakukan promosi secara tidak langsung/terselubung lewat tulisan-tulisan saya di koran seperti profil-profil bisnis. Dengan tulisan ini menurut saya lebih bagus, artinya lebih masuk ke dalam pikiran konsumen dari pada saya harus menawarkan diri secara vulgar misal, “ Datanglah ke Rumah Makan Saya, Yang Enak, Murah, Kualitas Bagus”. Saya paling tidak suka iklan seperti itu. Karena sangat subyektif sehingga pembaca pun kadang-kadang malas, dan itu sudah sangat biasa.
Menurut saya iklan yang paling efektif adalah dari mulut ke mulut Tetapi bagaimana dari mulut ke mulut ini kita masalkan melalui press release. Tetapi istilah mulut ke mulut ini dalam era sekarang perlu direkayasa, Artinya kadang kita perlu membuat suatu profil atau bahkan konflik-konflik (positif) dalam bentuk tulisan-tulisan di koran atau di media cetak lainnya bahkan media elektronik. Untuk itu kadang kita undang wartawan untuk membantu keperluan ini. Kalau sudah sekali muncul dengan bagus, nanti media-media lain pasti akan turut meliputnya. sehingga Dengan cara ini Image juga dengan cepat terbangun, dan masih banyak lagi. Itu semua tentu butuh biaya yang tidak kecil, tapi kalau itu merupakan investasi jangka pajang, harus kita lakukan.
D. Filosofi Hidup dan Bisnis
Berbicara mengenai filosofi, saya sebenarnya mempunyai suatu pandangan yang sederhana tetapi maknanya sangat dalam bahwa hidup ya bisnis, bisnis ya ibadah, hidup ya ibadah, jadi ketiganya walaupun secara istilah berbeda tetapi bagi saya maknanya sama, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
“ Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih ?, ( yaitu) : Kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. “ (QS; Ash Shaff : 10-11) “ Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku (ibadah)” (QS: Adz-dzaariyat : 56) Dua ayat di atas jelas bahwa antara hidup, bisnis, ibadah itu merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Kunci sukses Ayam Bakar Wong Solo tidak lepas dari hukum-hukum Allah dan Kami memahami bahwa hal terpenting dalam menjalankan roda perniagaannya adalah bagaimana suatu pekerjaan tersebut justru dapat menyelamatkan diri dari siksa api neraka. Sehingga insan Ayam Bakar Wong Solo memandang Bekerja Adalah beribadah. Di setiap outlet tersedia sarana peribadatan berupa Mushalla dan mewajibkan pendalaman Agama bagi para staff dan karyawan secara terus-menerus.
Jadi tujuan sukses insan Ayam Bakar Wong Solo yaitu usaha profesional yang maju dan islami dalam rangka terhindarnya insan Ayam Bakar Wong Solo dari azab yang pedih dan bermanfaat bagi keluarga, masyarakat serta sukses dunia dan akhirat.
Di samping berbisnis tentu saya juga harus mengurus rumah tangga( istri dan anak-anak) karena saya adalah suami ( kepala keluarga). Kalau rumah tangga ini tidak kita manage, bisnis kita pasti akan kacau. Sadar akan hal ini, dari awal saya sudah sepakat dengan istri bahwa resiko karier saya adalah seperti ini, maka kita harus menjalaninya dengan ikhlas, dan masing-masing harus tahu betul dan konsisten untuk menjalankan hak dan kewajibannya secara proporsional. Dan Alhamdulillah semua berjalan lancar-lancar saja. Sekali lagi saya sampaikan bahwa peran keluarga sangat besar di dalam kesuksesan bisnis kita.
E. Dipercaya Lembaga Keuangan Usaha yang saya geluti terus berkembang dan berkembang dan akhirnya, pertengahan tahun 1993, BNI menawarkan bantuan pinjaman tanpa agunan (bantuan pegel kop/pengusaha golongan lemah dan koperasi). Sebesar Rp 2 juta. Tanpa saya mengajukan permohonan pinjaman sebab memang tak butuh. Namun, saya setuju dan menggunakannya untuk memperluas warung sekaligus mengganti kompor minyaknya dengan kompor gas yang lebih modern. Penambahan fasilitas semakin membuat usaha terus berkembang dan akhirnya saya menjadi anak emas BNI, berbagai fasilitas ditawarkan dalam rangka pengembangan usaha saya tersebut.
Melihat prospek bisnis yang cukup bagus, pada tahun 1997, lembaga keuangan non bank, yaitu PT Sarana Sumut Ventura (PT SSUV), tertarik untuk membiayainya. Gayung bersambut, saya memang telah mempunyai niat untuk mengembangkan RM Ayam Bakar Wong Solo Go nasional. Bersama PT SSUV, RM Wong Solo mulai mengawali program Go Nasionalnya dengan membuka gerainya di Sumatera (Medan, Pekanbaru ), Jawa (Surabaya, Solo, Semarang, Ungaran, Yogyakarta, dan Malang). Sedangkan Bali bekerjasama dengan PT Sarana Bali Ventura ( PT SBV).
Memasuki tahun 2002 RM Wong Solo mulai memasuki Ibu kota Jakarta. “Kepung Jakarta” , menjadi tekad bulat untuk mengusai pasar ibu kota ( makanan tradisional). Beberapa investor perorangan mulai bergabung. Mereka mengadakan patungan dengan rekan/kawannya untuk membuka RM Wong Solo di Jakarta ( Kalimalang, Bintaro, Cibubur, Bogor, Fatmawati, Semanggi Pluit dan seterusnya)
Melihat perkembangan outlet-outlet di Jakarta yang cukup menjanjikan, lembaga keuangan PT Permodalan Nasional Madani Venture Capital,Bank BNI Syariah, Bank Muamalat tertarik untuk membiayai pengembangan RM Wong Solo dalam rangka Go Nasional dan internasional.
Dari perkembangan itu, satu hal yang harus saya jaga adalah amanah orang yang percaya kepada saya. Saya selalu berusaha untuk membayar tepat waktu kemudian menggunakannya sesuai dengan rencana atau proposal. Usaha kita harus berprospek, Kalau prospek modal tidak perlu kita cari tetapi akan datang dengan sendirinya
F. Perkembangan Usaha Sampai saat ini RM Wong Solo telah memiliki 27 outlet yang tersebar di kota-kota besar di Sumatera, Jawa, dan Bali. RM Wong Solo masih tetap memfokuskan usahanya di bidang restoran, belum ada niat untuk diversifikasi usaha.
Di tahun 2002 ini RM Wong Solo telah membuka gerainya di Kota Jakarta tepatnya pada tanggal 24 Januari 2002, tepatnya di Jl Meruya hilir 36 Kebon Jeruk Jakarta Barat. Alhamdulillah, kehadiran RM Wong Solo di ibu kota jakarta ini mendapat sambutan yang cukup bagus. Hal ini dapat dilihat mulai pembukaan sampai saat ini, banyak tamu rela antri menunggu tempat duduk yang kosong untuk menikmati menu-menu RM Wong Solo, terutama hari sabtu, minggu, dan hari-hari libur nasional.
Melihat perkembangan yang cukup bagus tersebut maka wong solo menambah outletnya yang ke dua di Jakarta yaitu, di Jl Kalimalang Kav DKI A-2 no 8/9 pondok kelapa Jakarta Timur pada tanggal 7 Maret 2002, Serta outletnya yang ke tiga di Jakarta yaitu di kawasan Bintaro Jaya sektor VII tanggal 11 Juli 2002, Jakarta Selatan, kemudian menyusul di Cibubur, Bandung, Pondok Gede, Kelapa Gading, Fatmawati, kafe Semanggi, Pluit, Rawamangun. Bogor, Kedoya, Casablanca, dan Cikarang. Ditargetkan tahun 2005 ini RM Wong Solo akan membuka 25 outlet di wilayah Jabotabek, RM Wong Solo menggunakan strategi “Kepung Jakarta “ artinya Wong Solo memasuki Jakarta dimulai dari daerah pinggiran Jakarta. Dengan strategi ini diharapkan Wong Solo akan “ menguasai ” Jakarta dari pinggiran. Target itu memang tidak terlalu berlebihan mengingat potensi jakarta yang sangat besar. Hal ini juga didukung oleh keberadaan Wong Solo yang telah memiliki jaringan yang luas dari Medan sampai Bali, adanya standarisasi bumbu dan rasa, serta sistem operasional yang sudah dibakukan. Sedangkan untuk luar Jawa dan Sumatera RM Wong Solo mengembangkan outletnya di Batam, Pontianak Balikpapan, Makasar.
RM Wong Solo juga terus bertekad mengembangkan gerainya baik di Luar negeri (Malaysia dan Singapura). Negara-negara tersebut dipilih karena alasan serumpun artinya selera makannya tidak jauh berbeda dengan bangsa kita. Khusus untuk Malaysia, RM Wong Solo sudah begitu dikenal, terutama yang ada di Medan dan Pekanbaru. Sudah banyak sekali wisatawan Malaysia yang yang datang di RM Wong Solo, bahkan boleh dibilang seminggu sekali wisatawan Malaysia datang. Bahkan ada cerita, “ketika rombongan Malaysia datang ke Surabaya, oleh Tour Guide-nya diajak makan ke suatu restoran. Mereka menolak dan minta makan di RM Wong Solo. Tour Guide-nya bingung apakah di Surabaya ada RM Wong Solo ? (waktu itu RM Wong Solo Surabaya baru saja dibuka). Akhirnya dicarilah RM Wong Solo dan ketemu.” Ketenaran RM Wong Solo di masyarakat Malaysia tidak bisa dipungkiri salah satunya adalah peran media elektronik terutama TV yaitu TV3 dan TV1. RM Wong Solo pernah dimuat di acara niaga tahun 1998 di TV 3 dengan durai ± 15 menit selama dua kali. Dan di tahun 2001 ini juga diliput oleh TV1 Malaysia dan disiarkan pada acara Salam Nusantara selama lebih kurang 15 menit juga. Banyak pengusaha dari negeri jiran itu untuk membeli Wong Solo.
Di samping mengembangkan outlet stand alone ( berdiri sendiri), ke depan Wong Solo juga mengembangkan usahanya di mallmall dan super market. Hal ini penting terhadap perkembangan ke depan mengingat orang cenderung untuk melakukan hal-hal yang bersifat efisien mengingat terbatasanya waktu, tenaga, dan biaya. Trend ke depan orang cenderung melakukan one stop shoping, dan mall menjadi pilihan utama.
Sumber: http://www.wongsolo.com/ (Sekilas Perjalanan Hidup dan Usaha Puspo Wardoyo)