Berwiraswasta. Kenapa Gengsi?
02 Agustus 2008
Pernah di suatu saat, saya mencoba melamar ke sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa. Saya sebenarnya hanya beberapa kali saja untuk mencoba melamar kerja pada beberapa perusahaan, karena hati ini tidak begitu tertarik untuk bekerja di perusahaan milik orang lain. Bukan karena gengsi, tapi karena keterikatan dengan peraturan perusahaan, seperti jam kerja dan lain-lain yang membuat saya mempunyai pikiran dan perasaan seperti itu.
Memang semestinya saat itu saya gembira, karena dari test lapangan yang saya lakukan, saya termasuk di antara salah satu orang yang lulus test, dan saya pun secara resmi diterima bekerja di sana, serta tinggal mengikuti training yang akan dilaksanakan di hari berikutnya. Tapi..., begitu pulang setelah lulus dari test tersebut, sambil naik angkutan kota saya langsung mengucapkan “selamat tinggal” kepada perusahaan dan karyawan yang telah men “test” saya, walaupun hanya dalam hati. Dan uang saku yang ditawarkan untuk ongkos transport pun tidak saya ambil karena sudah ada niatan untuk mengucap “selamat tinggal” tersebut, walaupun ada rasa haru karena harus berpisah dengan para karyawan tadi, walaupun sebenarnya kami belum lama saling mengenal.
Menjadi pekerja adalah hal yang sangat mulia jika... niat, cara, serta tujuan dari pekerjaan tersebut juga mulia. Saya pun tidak meremehkan seorang pekerja, tidak menganggap seorang pekerja lebih rendah dari seorang pengusaha/seorang yang berwiraswasta, apalagi istri saya pun seorang pekerja kesehatan yang bekerja di instansi miliknya pemerintah, dan saya pun ikut menikmati hasil kerjanya tersebut. Tapi untuk saya sendiri, mungkin jalan hidup saya tidak atau mungkin belum saatnya menjadi “pekerja” itu.
Tapi yang namanya manusia, tentu banyak yang sependapat dan banyak juga yang sebaliknya. Termasuk ada salah seorang pelamar kerja waktu itu.. yang melecehkan seseorang yang berwiraswasta. Ia bilang “ Se-enak-enaknya seseorang yang hidup berwiraswasta, tetep saja pandangan masyarakat kebanyakan menganggapnya rendah jika dibandingkan dengan seorang pekerja, saya gengsi... apalagi masyarakat bilang, aahh...wiraswasta. Jadi menurut saya mendingan jadi seorang pekerja”, katanya. Saya tidak heran, karena memang di zaman sekarang masih saja banyak orang menganggap rendah seseorang hanya karena embel-embel “wiraswasta”nya itu. Tapi memang itulah relita kehidupan bagi sebagian masyarakat kita di negara Republik Indonesia tercinta ini.
Jika saja sang pelamar kerja yang tadi disebut di atas mengetahui tentang apa yang akan saya utarakan berikut, mungkin akan malu sendiri akibat dari ucapannya tersebut.
Kenapa..? Karena disaat ia melamar kerja pada perusahaan milik swasta tersebut, sebenarnya ia sedang melamar pada perusahaan miliknya seseorang yang ber”wiraswasta”. Iya..kan..? Para perintis, pendiri, dan pemilik perusahaan, pada umumnya adalah orang-orang yang berwirausaha, baik itu perusahaan kecil maupun besar, dan mereka adalah orang-orang yang berhasil dalam usahanya, yang di saat-saat tertentu membuka lowongan kerja bagi orang lain untuk dijadikan sebagai tenaga kerja di perusahaannya. Terkecuali jika perusahaan itu didirikan oleh negara atau pemerintah mungkin akan lain ceritanya.
Jadi untuk seseorang yang berwiraswasta..., jangan malu dengan identitas Anda. Mungkin sekarang Anda punya usaha dan Anda sendiri sebagai tenaga kerjanya. Tapi jika usaha Anda semakin berkembang dan berhasil, bukan sesuatu yang mustahil jika Anda mempunyai sebuah atau beberapa tempat usaha/perusahaan... dimana belum tentu Anda sendiri yang bekerja untuknya, tapi Anda hanya mengelola atau cukup menjadi investor baginya. Dan... Anda pun akan membutuhkan orang lain untuk menjadi tenaga kerja di perusahaan anda, yaitu seorang atau beberapa orang “ PEKERJA “
Semoga bermanfaat...!
0 komentar:
Posting Komentar