Antara Pekerja dan Pengusaha
29 Juli 2008
Pekerja dan pengusaha, entah apa arti sebenarnya, tapi demikianlah umumnya orang-orang biasa memanggil mereka, yaitu panggilan atau sebutan bagi orang-orang yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan hidup untuk dirinya, keluarganya, ataupun orang lain dalam hidupnya.
Namun secara khusus lagi, pekerja biasa dikategorikan: orang yang bekerja di dalam suatu instansi baik itu instansi milik pemerintah maupun instansi milik swasta.
Berbeda dengan istilah pengusaha, yang secara khusus biasa dikategorikan sebagai sebutan kepada orang-orang yang bekerja secara mandiri, baik untuk usaha jasa maupun usaha perdagangan, dsb. Dan untuk pengusaha ini ada sebutan lain lagi yang umum juga diberikan, yaitu wiraswastawan, entrepreneur, ataupun wira-usahawan.
Seseorang...bisa jadi ia adalah seorang pekerja, atau bisa jadi ia seorang pengusaha, atau bisa juga kedua-duanya, pekerja ya..., pengusaha juga.
Apa sih perbedaan yang mendasar di antara keduanya?
Mungkin pendapat saya ini ada yang setuju atau mungkin ada juga yang tidak setuju.
Saya berpendapat, perbedaan di antara keduanya adalah terletak pada pola pikir mereka, antara pola pikir pekerja dan pola pikir pengusaha keduanya jauh berbeda.
Masih belum jelas ya...? Baiklah, untuk memperjelas hal tersebut, saya akan memberikan contoh dengan sebuah cerita.
Cerita ini bagi sebagian orang (terutama wiraswastawan) adalah sebuah cerita yang telah demikian terkenal, sehingga bisa memotivasi seseorang untuk mengambil langkah tertentu dalam mencapai sebuah kesuksesan dalam hidupnya.
Dan inilah ceritanya:
Di sebuah kaki gunung, terdapatlah sebuah desa yang subur makmur dan begitu banyak penduduknya.
Dari anak kecil hingga yang sudah dewasa, bahkan sampai kakek-kakek dan nenek-nenek pun tidak ada yang menampakan kesedihan maupun kesusahan di raut wajahnya, tapi selalu menampakkan keceriaan dan kegembiraan.
Hasil panen dari kebun ataupun sawah selalu berlimpah, dan penghasilan yang mereka dapatkan dari penjualan hasil panen tersebut juga selalu menggembirakan mereka, karena mereka telah mengetahui cara-cara dan saat-saat yang tepat untuk bercocok tanam dan mengetahui juga kapan harga jual yang tepat untuk hasil panen mereka agar memperoleh untung yang banyak.
Pokoknya, " gemah ripah loh jinawi toto tentram kertoraharjo " ..Eh...bener tidak ya...saya menulis istilah tersebut?, sok tahu sih ya...he...he..
Hingga suatu saat, Allah pun menguji mereka dengan ujian yang sebaliknya yaitu kekeringan..., kekeringan akibat terjadinya kemarau panjang.
Dengan adanya peristiwa tersebut, sebagai seorang pemimpin yang baik dan bertanggung jawab terhadap warganya, Pak Kades pun segera mengambil tindakan. Beliau mengambil inisiatif untuk mengumpulkan air dari sebuah sumber air yang berada di atas gunung ke sebuah tangki air di samping kantor desanya untuk dijual kepada warga desa yang membutuhkannya, dan hasil dari penjualan tersebut beliau berikan lagi sebagai upah kepada orang-orang yang bekerja untuk memindahkan air dengan cara dipikul dan dari atas gunung ke desanya.
Dari tiap-tiap pikul air, upah yang diberikan cukup lumayan, dan hal itu tentu saja memberikan sebuah peluang kerja dan penghasilan kepada sebagian penduduk, terutama bagi para pemuda yang cukup mempunyai tenaga untuk pekerjaan tersebut. Dan bagi warga desa yang lain, mengeluarkan uang untuk membeli tiap-tiap jerigen air bukanlah hal yang berat pula, karena simpanan mereka dari hasil panen selama ini bisa mereka gunakan untuk keperluan tersebut.
Dan berbondong-bondonglah sebagian orang untuk pergi ke gunung dan mengambil air di sana untuk di bawa ke penampungan air di desa mereka, lumayan... dalam sehari ada yang sampai 5 sampai 6 kali pulang pergi membawa pikulan air, dan upahnya lebih dari cukup untuk biaya hidup mereka sehari-hari di sana. Dan tak terkecuali Asep, seorang pemuda yang berperawakan besar dan kekar pula..., dalam sehari pikulan air yang ia peroleh bisa melebihi teman-temannya yang lain.., ia bisa sampai 8 pikulan dalam sehari.
Berbeda dengan seorang teman Asep yang bernama Ujang. Ia punya pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan penduduk, termasuk dengan Asep teman dekatnya sendiri.
Jika yang lain sudah banyak mengumpulkan upah.., Ujang tidak demikian, ia belum dapat apa-apa. Di saat yang lain memenuhi pikulan mereka dengan jerigen-jerigern air, Ujang malah sibuk berdiam diri dan berpikir di sepanjang jalan antara desanya dan gunung.. malahan banyak sekali yang menertawakannya, termasuk Asep temannya pun bertanya-tanya tentang kelakuan "aneh" si Ujang ini.
Di saat yang lain membelanjakan hasil kerjanya memikul air dengan membeli pakaian-pakaian bagus di kota, dan di saat yang lain pergi mencari hiburan di malam hari, Ujang malah sibuk mengumpulkan dan memasang pipa-pipa air..satu demi satu pipa tersebut ia pasang.. dari mulai sumber air di gunung terus dan terus...
Hingga pada suatu hari sampailah sambungan pipa tersebut ke desanya, dan mulailah ia mengalirkan air tersebut dari gunung...dan air pun tibalah di depan rumahnya. Ia pun tersenyum... ia tidak harus repot dan berat memikul air dari atas gunung yang jaraknya berkilo-kilo meter ke desanya, ia hanya berpikir tentang bagaimana cara memindahkan air dari gunung ke desanya, dan kerja keras yang ia keluarkan hanyalah pada saat memasang dan menyambung pipa air yang jauhnya berkilo-kilo meter.. dengan mengorbankan sebagian hasil tabungannya untuk keperluan membeli pipa-pia air tersebut.
Akhirnya.., selain ia dan keluarganya dapat dengan mudah menikmati air hasil dari jerih payahnya, ia pun menikmati hasil lain...yaitu dengan menjual air tersebut ke penampungan air desa, serta penghasilan yang ia dapatkan tentu jauh lebih besar dibandingkan dengan warga lain yang memindahkan air dari gunung dengan cara dipikul tiap hari, termasuk dengan temannya, yaitu Asep.
Akhirnya warga desa lain yang sebelumnya menertawakan dan bertanya-tanya akan tindakan "aneh"nya, sekarang mulai termanggut-manggut, dan sekarang mulang geleng-geleng kepala pertanda kagum, dan mereka memuji akan semua tindakan yang Asep lakukan. Dan mereka pun berkata " Oohh.. ternyata si Ujang ini benar-benar cerdas, ternyata hasil dan kesenangan yang ia peroleh sekarang jauh melebihi kita, padahal ia tidak cape-cape memikul air tiap hari dari atas gunung seperti kita ini...enak bener dia.."
Tentu saja Ujang pun hanya tersenyum serta tidak lupa bersyukur atas anugerah yang telah Allah berikan kepadanya.
- Tamat -
Panjang ya...ceritanya?
Jadi dari cerita tersebut bisa dikatakan... Sebagian warga desa termasuk Asep teman Ujang adalah merupakan tipe "pekerja" sedangkan Ujang sendiri adalah tipe "pengusaha".
Banyak pengusaha yang tidak langsung berhasil dalam usahanya, tapi jatuh bangun dalam usaha adalah sudah menjadi bagian dari hidupnya, yang mau tidak mau ia harus menikmati keadaan tersebut kalau ia mau berhasil, dan tentu berbeda dengan para pekerja yang bisa langsung memetik hasil dari pekerjaannya. Tapi di kemudian hari, si pengusahalah yang biasanya memperoleh keberhasilan yang benar-benar lebih dalam hidupnya.
Mau yang mana..? pekerja, pengusaha/wiraswasta..? atau kedua-duanya..???
Semoga bermanfaat...!
Namun secara khusus lagi, pekerja biasa dikategorikan: orang yang bekerja di dalam suatu instansi baik itu instansi milik pemerintah maupun instansi milik swasta.
Berbeda dengan istilah pengusaha, yang secara khusus biasa dikategorikan sebagai sebutan kepada orang-orang yang bekerja secara mandiri, baik untuk usaha jasa maupun usaha perdagangan, dsb. Dan untuk pengusaha ini ada sebutan lain lagi yang umum juga diberikan, yaitu wiraswastawan, entrepreneur, ataupun wira-usahawan.
Seseorang...bisa jadi ia adalah seorang pekerja, atau bisa jadi ia seorang pengusaha, atau bisa juga kedua-duanya, pekerja ya..., pengusaha juga.
Apa sih perbedaan yang mendasar di antara keduanya?
Mungkin pendapat saya ini ada yang setuju atau mungkin ada juga yang tidak setuju.
Saya berpendapat, perbedaan di antara keduanya adalah terletak pada pola pikir mereka, antara pola pikir pekerja dan pola pikir pengusaha keduanya jauh berbeda.
Masih belum jelas ya...? Baiklah, untuk memperjelas hal tersebut, saya akan memberikan contoh dengan sebuah cerita.
Cerita ini bagi sebagian orang (terutama wiraswastawan) adalah sebuah cerita yang telah demikian terkenal, sehingga bisa memotivasi seseorang untuk mengambil langkah tertentu dalam mencapai sebuah kesuksesan dalam hidupnya.
Dan inilah ceritanya:
Di sebuah kaki gunung, terdapatlah sebuah desa yang subur makmur dan begitu banyak penduduknya.
Dari anak kecil hingga yang sudah dewasa, bahkan sampai kakek-kakek dan nenek-nenek pun tidak ada yang menampakan kesedihan maupun kesusahan di raut wajahnya, tapi selalu menampakkan keceriaan dan kegembiraan.
Hasil panen dari kebun ataupun sawah selalu berlimpah, dan penghasilan yang mereka dapatkan dari penjualan hasil panen tersebut juga selalu menggembirakan mereka, karena mereka telah mengetahui cara-cara dan saat-saat yang tepat untuk bercocok tanam dan mengetahui juga kapan harga jual yang tepat untuk hasil panen mereka agar memperoleh untung yang banyak.
Pokoknya, " gemah ripah loh jinawi toto tentram kertoraharjo " ..Eh...bener tidak ya...saya menulis istilah tersebut?, sok tahu sih ya...he...he..
Hingga suatu saat, Allah pun menguji mereka dengan ujian yang sebaliknya yaitu kekeringan..., kekeringan akibat terjadinya kemarau panjang.
Dengan adanya peristiwa tersebut, sebagai seorang pemimpin yang baik dan bertanggung jawab terhadap warganya, Pak Kades pun segera mengambil tindakan. Beliau mengambil inisiatif untuk mengumpulkan air dari sebuah sumber air yang berada di atas gunung ke sebuah tangki air di samping kantor desanya untuk dijual kepada warga desa yang membutuhkannya, dan hasil dari penjualan tersebut beliau berikan lagi sebagai upah kepada orang-orang yang bekerja untuk memindahkan air dengan cara dipikul dan dari atas gunung ke desanya.
Dari tiap-tiap pikul air, upah yang diberikan cukup lumayan, dan hal itu tentu saja memberikan sebuah peluang kerja dan penghasilan kepada sebagian penduduk, terutama bagi para pemuda yang cukup mempunyai tenaga untuk pekerjaan tersebut. Dan bagi warga desa yang lain, mengeluarkan uang untuk membeli tiap-tiap jerigen air bukanlah hal yang berat pula, karena simpanan mereka dari hasil panen selama ini bisa mereka gunakan untuk keperluan tersebut.
Dan berbondong-bondonglah sebagian orang untuk pergi ke gunung dan mengambil air di sana untuk di bawa ke penampungan air di desa mereka, lumayan... dalam sehari ada yang sampai 5 sampai 6 kali pulang pergi membawa pikulan air, dan upahnya lebih dari cukup untuk biaya hidup mereka sehari-hari di sana. Dan tak terkecuali Asep, seorang pemuda yang berperawakan besar dan kekar pula..., dalam sehari pikulan air yang ia peroleh bisa melebihi teman-temannya yang lain.., ia bisa sampai 8 pikulan dalam sehari.
Berbeda dengan seorang teman Asep yang bernama Ujang. Ia punya pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan penduduk, termasuk dengan Asep teman dekatnya sendiri.
Jika yang lain sudah banyak mengumpulkan upah.., Ujang tidak demikian, ia belum dapat apa-apa. Di saat yang lain memenuhi pikulan mereka dengan jerigen-jerigern air, Ujang malah sibuk berdiam diri dan berpikir di sepanjang jalan antara desanya dan gunung.. malahan banyak sekali yang menertawakannya, termasuk Asep temannya pun bertanya-tanya tentang kelakuan "aneh" si Ujang ini.
Di saat yang lain membelanjakan hasil kerjanya memikul air dengan membeli pakaian-pakaian bagus di kota, dan di saat yang lain pergi mencari hiburan di malam hari, Ujang malah sibuk mengumpulkan dan memasang pipa-pipa air..satu demi satu pipa tersebut ia pasang.. dari mulai sumber air di gunung terus dan terus...
Hingga pada suatu hari sampailah sambungan pipa tersebut ke desanya, dan mulailah ia mengalirkan air tersebut dari gunung...dan air pun tibalah di depan rumahnya. Ia pun tersenyum... ia tidak harus repot dan berat memikul air dari atas gunung yang jaraknya berkilo-kilo meter ke desanya, ia hanya berpikir tentang bagaimana cara memindahkan air dari gunung ke desanya, dan kerja keras yang ia keluarkan hanyalah pada saat memasang dan menyambung pipa air yang jauhnya berkilo-kilo meter.. dengan mengorbankan sebagian hasil tabungannya untuk keperluan membeli pipa-pia air tersebut.
Akhirnya.., selain ia dan keluarganya dapat dengan mudah menikmati air hasil dari jerih payahnya, ia pun menikmati hasil lain...yaitu dengan menjual air tersebut ke penampungan air desa, serta penghasilan yang ia dapatkan tentu jauh lebih besar dibandingkan dengan warga lain yang memindahkan air dari gunung dengan cara dipikul tiap hari, termasuk dengan temannya, yaitu Asep.
Akhirnya warga desa lain yang sebelumnya menertawakan dan bertanya-tanya akan tindakan "aneh"nya, sekarang mulai termanggut-manggut, dan sekarang mulang geleng-geleng kepala pertanda kagum, dan mereka memuji akan semua tindakan yang Asep lakukan. Dan mereka pun berkata " Oohh.. ternyata si Ujang ini benar-benar cerdas, ternyata hasil dan kesenangan yang ia peroleh sekarang jauh melebihi kita, padahal ia tidak cape-cape memikul air tiap hari dari atas gunung seperti kita ini...enak bener dia.."
Tentu saja Ujang pun hanya tersenyum serta tidak lupa bersyukur atas anugerah yang telah Allah berikan kepadanya.
- Tamat -
(Ini hanyalah sebuah cerita. Bilamana ada nama orang atau peristiwa yang persis di dalamnya, maka hal itu adalah hanya kebetulan belaka, dan tidak ada unsur)
Panjang ya...ceritanya?
Jadi dari cerita tersebut bisa dikatakan... Sebagian warga desa termasuk Asep teman Ujang adalah merupakan tipe "pekerja" sedangkan Ujang sendiri adalah tipe "pengusaha".
Banyak pengusaha yang tidak langsung berhasil dalam usahanya, tapi jatuh bangun dalam usaha adalah sudah menjadi bagian dari hidupnya, yang mau tidak mau ia harus menikmati keadaan tersebut kalau ia mau berhasil, dan tentu berbeda dengan para pekerja yang bisa langsung memetik hasil dari pekerjaannya. Tapi di kemudian hari, si pengusahalah yang biasanya memperoleh keberhasilan yang benar-benar lebih dalam hidupnya.
Mau yang mana..? pekerja, pengusaha/wiraswasta..? atau kedua-duanya..???
Semoga bermanfaat...!
0 komentar:
Posting Komentar